Dari Ibnu Abbas, dari Rasulullah SAW beliau berkata, "Ajarilah (orang yang tidak tahu). Mudahkanlah dan janganlah kalian mempersulit. Dan apabila salah seorang di antara kalian marah, maka hendaklah ia diam." (HR Ahmad)
Terdapat beberapa hikmah yang dapat dipetik dari hadis ini. Di antara hikmah-hikmah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bahwa hadis ini secara umum berbicara tentang adab pergaulan dalam masyarakat atau komunitas Islami, yang bertujuan agar terjalinnya keharmonisan dalam kehidupan sosial, baik di lingkungan tempat tinggal maupun di lingkungan kerja. Karena pergaulan sosial merupakan salah satu bentuk ibadah yang tidak terpisahkan dari intisari ajaran Islam itu sendiri, terutama di bulan Ramadhan ini.
Dalam salah satu hadis Rasulullah SAW bersabda, "Seorang Muslim yang berinteraksi dengan masyarakat dan ia bersabar atas keburukan masyarakatnya adalah lebih baik daripada seorang Muslim yang tidak bergaul dengan masyarakatnya serta tidak sabar atas keburukan mereka." (HR Muslim). Oleh karenanya, kita perlu berusaha untuk menjadi yang terbaik bagi komunitas kita.
2. Adab pertama seorang muslim dalam kehidupan sosial adalah "mengajarkan sesuatu yang belum diketahui orang lain". Dalam hadits di atas Rasulullah SAW bersabda, "Ajarilah (orang yang tidak tahu)". Artinya seorang muslim yang 'lebih mengetahui' tentang suatu hal, maka ia memiliki kewajiban untuk mengajarkannya pada orang lain, terutama menyangkut permasalahan agama ataupun permasalahan lainnya.
Karena mengajarkan sesuatu dapat bermakna saling memberikan nasihat pada kebenaran dan kebaikan. Pada waktu bersamaan, orang lain pun memiliki kewajiban yang sama, sehingga dari sini akan muncul sebuah karakter masyarakat & komunitas islami yang digambarkan dalam Al Qur'an yaitu; watawashou bilhaqi watawashou bis shobri (saling memberikan nasihat dalam kebenaran, dan kesabaran).
Hal ini sekaligus menggambarkan bahwa ber-ta'awun dalam kehidupan sosial tidak harus selalu dalam bentuk pemberian 'materi', namun ta'awun juga dapat diberikan dalam bentuk lain, seperti mengajarkan nilai dan kebaikan kepada orang lain, mengajak orang lain pada kebaikan, dsb.
3. Adab kedua dalam pergaulan pada masyarakat Islami adalah senantiasa berusaha untuk memudahkan urusan orang lain. Artinya bahwa setiap muslim senantiasa dianjurkan untuk berusaha 'memudahkan' orang lain, terutama pada saat orang lain memerlukan bantuan atau ketika mendapatkan kesulitan. Seperti membantu menyelesaikan pekerjaan orang lain, memberikan bantuan kepada orang lain ketika terjadi musibah, dsb.
Memudahkan orang lain dapat pula diaplikasikan dalam bentuk lain, seperti memberikan senyuman, menanyakan kabar, berjabat tangan, dsb. Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda: "Dan barang siapa yang memudahkan urusan orang yang kesulitan, maka Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan di akhirat." (HR Muslim)
4. Adab ketiga dalam pergaulan masyarakat Islami adalah perintah untuk mengendalikan emosi. Sebagai makhluk sosial, mengatur emosi sangatlah penting, karena dalam hidup bermasyarakat sangat mungkin terjadi kesalahpahaman antara seseorang dengan orang lain. Hal ini disebabkan karana sifat, watak, latar belakang maupun cara berfikir yang berbeda-beda.
Oleh karenanya, Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk menaham emosi dengan cara 'diam'. Diam dalam hadis di atas bukan berarti diam memendam rasa marah dalam hati, yang sangat mungkin untuk meledak pada waktu tertentu. Namun diam dalam hadis ini lebih dimaksudkan untuk memaafkan saudara kita yang berbuat 'kesalahan' terhadap kita, serta tidak melampiaskan emosi kita pada saat itu.
Demikian pentingnya mengendalikan emosi, Rasulullah Saw. bahkan mengkategorikan orang yang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan emosinya ketika 'marah': Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang kuat bukanlah orang yang pandai bergulat. Akan tetapi orang yang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan emosinya ketika marah. (HR. Bukhari Muslim)
Oleh karenanya, dalam segala hal hendaknya kita berusaha untuk mengendalikan emosi. Karena kekuatan jiwa seseorang terlihat dari caranya ketika mengendalikan emosi.
Wallahu A'lam Bis Shawab.*) Rikza Maulan Lc M Ag
Sumber: www.detik.com
Terdapat beberapa hikmah yang dapat dipetik dari hadis ini. Di antara hikmah-hikmah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bahwa hadis ini secara umum berbicara tentang adab pergaulan dalam masyarakat atau komunitas Islami, yang bertujuan agar terjalinnya keharmonisan dalam kehidupan sosial, baik di lingkungan tempat tinggal maupun di lingkungan kerja. Karena pergaulan sosial merupakan salah satu bentuk ibadah yang tidak terpisahkan dari intisari ajaran Islam itu sendiri, terutama di bulan Ramadhan ini.
Dalam salah satu hadis Rasulullah SAW bersabda, "Seorang Muslim yang berinteraksi dengan masyarakat dan ia bersabar atas keburukan masyarakatnya adalah lebih baik daripada seorang Muslim yang tidak bergaul dengan masyarakatnya serta tidak sabar atas keburukan mereka." (HR Muslim). Oleh karenanya, kita perlu berusaha untuk menjadi yang terbaik bagi komunitas kita.
2. Adab pertama seorang muslim dalam kehidupan sosial adalah "mengajarkan sesuatu yang belum diketahui orang lain". Dalam hadits di atas Rasulullah SAW bersabda, "Ajarilah (orang yang tidak tahu)". Artinya seorang muslim yang 'lebih mengetahui' tentang suatu hal, maka ia memiliki kewajiban untuk mengajarkannya pada orang lain, terutama menyangkut permasalahan agama ataupun permasalahan lainnya.
Karena mengajarkan sesuatu dapat bermakna saling memberikan nasihat pada kebenaran dan kebaikan. Pada waktu bersamaan, orang lain pun memiliki kewajiban yang sama, sehingga dari sini akan muncul sebuah karakter masyarakat & komunitas islami yang digambarkan dalam Al Qur'an yaitu; watawashou bilhaqi watawashou bis shobri (saling memberikan nasihat dalam kebenaran, dan kesabaran).
Hal ini sekaligus menggambarkan bahwa ber-ta'awun dalam kehidupan sosial tidak harus selalu dalam bentuk pemberian 'materi', namun ta'awun juga dapat diberikan dalam bentuk lain, seperti mengajarkan nilai dan kebaikan kepada orang lain, mengajak orang lain pada kebaikan, dsb.
3. Adab kedua dalam pergaulan pada masyarakat Islami adalah senantiasa berusaha untuk memudahkan urusan orang lain. Artinya bahwa setiap muslim senantiasa dianjurkan untuk berusaha 'memudahkan' orang lain, terutama pada saat orang lain memerlukan bantuan atau ketika mendapatkan kesulitan. Seperti membantu menyelesaikan pekerjaan orang lain, memberikan bantuan kepada orang lain ketika terjadi musibah, dsb.
Memudahkan orang lain dapat pula diaplikasikan dalam bentuk lain, seperti memberikan senyuman, menanyakan kabar, berjabat tangan, dsb. Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda: "Dan barang siapa yang memudahkan urusan orang yang kesulitan, maka Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan di akhirat." (HR Muslim)
4. Adab ketiga dalam pergaulan masyarakat Islami adalah perintah untuk mengendalikan emosi. Sebagai makhluk sosial, mengatur emosi sangatlah penting, karena dalam hidup bermasyarakat sangat mungkin terjadi kesalahpahaman antara seseorang dengan orang lain. Hal ini disebabkan karana sifat, watak, latar belakang maupun cara berfikir yang berbeda-beda.
Oleh karenanya, Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk menaham emosi dengan cara 'diam'. Diam dalam hadis di atas bukan berarti diam memendam rasa marah dalam hati, yang sangat mungkin untuk meledak pada waktu tertentu. Namun diam dalam hadis ini lebih dimaksudkan untuk memaafkan saudara kita yang berbuat 'kesalahan' terhadap kita, serta tidak melampiaskan emosi kita pada saat itu.
Demikian pentingnya mengendalikan emosi, Rasulullah Saw. bahkan mengkategorikan orang yang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan emosinya ketika 'marah': Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang kuat bukanlah orang yang pandai bergulat. Akan tetapi orang yang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan emosinya ketika marah. (HR. Bukhari Muslim)
Oleh karenanya, dalam segala hal hendaknya kita berusaha untuk mengendalikan emosi. Karena kekuatan jiwa seseorang terlihat dari caranya ketika mengendalikan emosi.
Wallahu A'lam Bis Shawab.*) Rikza Maulan Lc M Ag
Sumber: www.detik.com
Ikuti @ilove_ramadhan