Ada pemandangan yang sulit saya lupakan ketika masih kecil. Pagi itu, para siswa pergi ke sekolah. Semua anak-anak dengan seragam baju putih dan celana merah, dengan dasi merah dan topi merah menuju ke sekolah masing-masing untuk mengikuti upacara bendera hari Senin.
Ada seorang bapak berjalan sambil menyeret anaknya yang memakai seragam merah dan putih di depan rumah. Ia tarik keras-keras kedua tangan anak yang menangis meronta-ronta. Anak itu seperti tidak ingin memenuhi tarikan kuat tangan ayahnya. Sementara sang ayah masih tetap ingin agar anaknya mau pergi ke sekolah. Belum jelas, apa yang sesungguhnya membuat si anak kecil itu enggan ke sekolah.
Aku tahu, anak itu menahan perasaan malu. Ia menangis di depan umum dengan perlakuan ayahnya yang tidak ramah. Siapa pun yang pernah jadi anak kecil, juga pernmah merasakan malu yang luar biasa seperti itu. Apalagi di depan teman-teman sebaya mereka.
Buah Kemenangan
Kasus-kasus seperti ini banyak terjadi di sekitar kita. Terkadang seorang ayah tidak menyadari bahwa anaknya hadir di dunia karena sebuah kemenangan. Mereka adalah pemenang sebelum mengawali kehidupan di dunia ini. Mereka hadir karena kemenangan yang ia perolehnya. Dan mereka hadir bukan karena kegagalan, tapi kesuksesan. Mereka tidak senang direndahkan dan dipermalukan, karena itu adalah sifat yang menempel kuat dalam diri para pemenang. Ada sebuah kalimat yang sangat indah untuk menjelaskan bahwa setiap anak adalah buah dari kemenangan.
"You were born as a winner, cos as a sperm, you had won your race over the other millions to get to the ovum." (Kamu dilahirkan sebagai seorang pemenang, karena kamu adalah sebuah sperma yang telah memenangkan berjuta-juta sperma sainganmu untuk menuju sel telur).
Secara umum, ketika orang berhadapan dengan pemenang ia akan sangat senang sekali. Apalagi ketika yang menjadi pemenang itu adalah anak-anak kita. Hati bergetar, bulu kuduk pun ikut berdiri, dan getaran adrenalin pun semakin kencang, ketika nama anak kita dipanggil dengan suara keras di depan para orangtua murid sebagai pemenang, juara satu di sekolahnya. Perasaan syukur dan bangga bercampur aduk menjadi satu. Kita peluk erat-erat anak kita yang telah mengharumkan namanya. Pada saat itu terlihat keikhlasan orang tua. Ia tidak meminta balasan apapun, kecuali hanya perasaan bersyukur. Anak hasil didikannya menjadi seorang pemenang.
Ketika anak berhasil lahir ke dunia, dan seorang lelaki kemudian akan menjadi seorang ayah. Keberhasilan anaknya lahir ke dunia adalah buah dari kemenangannya ketika harus melawan berjuta-juta sperma saingannya.
Di dalam rahim ibunya mereka berlomba berenang dengan segenap tenaga yang dimilikinya agar cepat-cepat dapat sampai ke sel telur yang dikeluarkan oleh ibunya. Untuk menjadi seorang yang benar-benar mempunyai predikat pemenang, itu saja ternyata tidak cukup. Sel sperma yang sehat ini harus mampu menembus dinding sel telur yang kuat. Tidak sembarang sel sperma mampu menembus dinding sel telur, walaupun ia telah menyentuh dindingnya sekalipun.
Dan kemenangan ini bukan hanya selesai sampai ketika sebuah sperma berhasil menembus dinding sel terlur milik ibunya. Akan tetapi berlanjut terus sampai akhirnya ia melewati ujian selama hampir 9 bulan di rahim ibunya. Tidak sedikit dari mereka yang gagal di tengah jalan. Tidak bisa melengkapi kemenangan-kemenangan yang berikutnya. Bisa jadi karena itulah takdir yang telah Allah SWT tetapkan bagi hidupnya.
Anak-anak adalah buah dari banyaknya kemenangan. Karena itu proses ini harus diingat terus oleh sang ayah. Janganlah selalu melihat apa yang terjadi sesaat akan tetapi selalu lihatlah bagaimana proses yang sulit dan kritis itu ikut mengikutinya.
Ada sebuah pepatah yang menarik untuk kita renungi bersama, “You know my name, not my story. You’ve heard what I’ve done, not what I’ve been through. So stop judging me.” (Kamu tahu namaku tapi tidak mengetahui sejarahku. Kamu mendengar apa yang aku hasilkan, akan tetapi kamu tidak mendengar apa yang aku laluinya).
Seorang pemenang yang bernama anak terkadang bisa salah. Akan tetapi sebenarnya mereka sedang melalui proses keberhasilan sebagaimana ketika mereka berjuang keras untuk menuju ke dinding sel telur tadi. Karenanya, seorang ayah yang baik, dia haruslah selalu mengiringi usaha keberhasilan anak-anaknya, agar ia tidak hanya menyaksikan buah dari perjuangannya saja. Agar ia tahu makna dari sebuah perjuangan yang dahsyat dalam rangka mencapai keberhasilannya.
Ketika seorang ayah tahu bahwa anaknya adalah pemenang sejati, dan pejuang yang gigih, ia akan selalu menjadi pengayom dengan hasil akhir perjuangan yang diraihnya. Ia tidak akan merendahkan anak-anaknya. Ia akan tetapi menjadi pendamping setia anak-anaknya. Ia tidak akan mempermalukan anak-anaknya, karena mereka masih dalam perjuangan meraih dirinya sebagai pemenang.
Di hadapan anak-anaknya, seorang ayah adalah penanam saham penentu keshalehan anak-anaknya.
Rasulullah SAW bersabda: “Seorang bayi tidak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada dalam kesucian (fitrah). Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi -sebagaimana hewan yang dilahirkan dalam keadaan selamat tanpa cacat. Maka, apakah kalian merasakan adanya cacat?“ kemudian beliau membaca firman Allah yang berbunyi: “…tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah.” (QS. Ar Ruum [30]: 30).(HR. Bukhari)
Seorang pemenang harus dihargai dan dimuliakan, karena ia mempunyai sifat gagah. Sebagaimana ketika Luqman berbicara dengan anak-anaknya. Seorang ayah yang memanggil anaknya dengan panggilan mesra, pasti akan berdampak luar biasa pada anak-anaknya.
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ ﴿١٣﴾
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: ‘Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar." (QS. Luqman[31]:13)
Karena itu, wahai para ayah, engkau telah bersama-sama dengan pemenang, maka raihlah kemenangan selanjutnya bersama-sama dengan anak-anakmu!.
Yusuf Muhammad Efendy, tinggal di San Francisco, Amerika.
Sumber
Ada seorang bapak berjalan sambil menyeret anaknya yang memakai seragam merah dan putih di depan rumah. Ia tarik keras-keras kedua tangan anak yang menangis meronta-ronta. Anak itu seperti tidak ingin memenuhi tarikan kuat tangan ayahnya. Sementara sang ayah masih tetap ingin agar anaknya mau pergi ke sekolah. Belum jelas, apa yang sesungguhnya membuat si anak kecil itu enggan ke sekolah.
Aku tahu, anak itu menahan perasaan malu. Ia menangis di depan umum dengan perlakuan ayahnya yang tidak ramah. Siapa pun yang pernah jadi anak kecil, juga pernmah merasakan malu yang luar biasa seperti itu. Apalagi di depan teman-teman sebaya mereka.
Buah Kemenangan
Kasus-kasus seperti ini banyak terjadi di sekitar kita. Terkadang seorang ayah tidak menyadari bahwa anaknya hadir di dunia karena sebuah kemenangan. Mereka adalah pemenang sebelum mengawali kehidupan di dunia ini. Mereka hadir karena kemenangan yang ia perolehnya. Dan mereka hadir bukan karena kegagalan, tapi kesuksesan. Mereka tidak senang direndahkan dan dipermalukan, karena itu adalah sifat yang menempel kuat dalam diri para pemenang. Ada sebuah kalimat yang sangat indah untuk menjelaskan bahwa setiap anak adalah buah dari kemenangan.
"You were born as a winner, cos as a sperm, you had won your race over the other millions to get to the ovum." (Kamu dilahirkan sebagai seorang pemenang, karena kamu adalah sebuah sperma yang telah memenangkan berjuta-juta sperma sainganmu untuk menuju sel telur).
Secara umum, ketika orang berhadapan dengan pemenang ia akan sangat senang sekali. Apalagi ketika yang menjadi pemenang itu adalah anak-anak kita. Hati bergetar, bulu kuduk pun ikut berdiri, dan getaran adrenalin pun semakin kencang, ketika nama anak kita dipanggil dengan suara keras di depan para orangtua murid sebagai pemenang, juara satu di sekolahnya. Perasaan syukur dan bangga bercampur aduk menjadi satu. Kita peluk erat-erat anak kita yang telah mengharumkan namanya. Pada saat itu terlihat keikhlasan orang tua. Ia tidak meminta balasan apapun, kecuali hanya perasaan bersyukur. Anak hasil didikannya menjadi seorang pemenang.
Ketika anak berhasil lahir ke dunia, dan seorang lelaki kemudian akan menjadi seorang ayah. Keberhasilan anaknya lahir ke dunia adalah buah dari kemenangannya ketika harus melawan berjuta-juta sperma saingannya.
Di dalam rahim ibunya mereka berlomba berenang dengan segenap tenaga yang dimilikinya agar cepat-cepat dapat sampai ke sel telur yang dikeluarkan oleh ibunya. Untuk menjadi seorang yang benar-benar mempunyai predikat pemenang, itu saja ternyata tidak cukup. Sel sperma yang sehat ini harus mampu menembus dinding sel telur yang kuat. Tidak sembarang sel sperma mampu menembus dinding sel telur, walaupun ia telah menyentuh dindingnya sekalipun.
Dan kemenangan ini bukan hanya selesai sampai ketika sebuah sperma berhasil menembus dinding sel terlur milik ibunya. Akan tetapi berlanjut terus sampai akhirnya ia melewati ujian selama hampir 9 bulan di rahim ibunya. Tidak sedikit dari mereka yang gagal di tengah jalan. Tidak bisa melengkapi kemenangan-kemenangan yang berikutnya. Bisa jadi karena itulah takdir yang telah Allah SWT tetapkan bagi hidupnya.
Anak-anak adalah buah dari banyaknya kemenangan. Karena itu proses ini harus diingat terus oleh sang ayah. Janganlah selalu melihat apa yang terjadi sesaat akan tetapi selalu lihatlah bagaimana proses yang sulit dan kritis itu ikut mengikutinya.
Ada sebuah pepatah yang menarik untuk kita renungi bersama, “You know my name, not my story. You’ve heard what I’ve done, not what I’ve been through. So stop judging me.” (Kamu tahu namaku tapi tidak mengetahui sejarahku. Kamu mendengar apa yang aku hasilkan, akan tetapi kamu tidak mendengar apa yang aku laluinya).
Seorang pemenang yang bernama anak terkadang bisa salah. Akan tetapi sebenarnya mereka sedang melalui proses keberhasilan sebagaimana ketika mereka berjuang keras untuk menuju ke dinding sel telur tadi. Karenanya, seorang ayah yang baik, dia haruslah selalu mengiringi usaha keberhasilan anak-anaknya, agar ia tidak hanya menyaksikan buah dari perjuangannya saja. Agar ia tahu makna dari sebuah perjuangan yang dahsyat dalam rangka mencapai keberhasilannya.
Ketika seorang ayah tahu bahwa anaknya adalah pemenang sejati, dan pejuang yang gigih, ia akan selalu menjadi pengayom dengan hasil akhir perjuangan yang diraihnya. Ia tidak akan merendahkan anak-anaknya. Ia akan tetapi menjadi pendamping setia anak-anaknya. Ia tidak akan mempermalukan anak-anaknya, karena mereka masih dalam perjuangan meraih dirinya sebagai pemenang.
Di hadapan anak-anaknya, seorang ayah adalah penanam saham penentu keshalehan anak-anaknya.
Rasulullah SAW bersabda: “Seorang bayi tidak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada dalam kesucian (fitrah). Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi -sebagaimana hewan yang dilahirkan dalam keadaan selamat tanpa cacat. Maka, apakah kalian merasakan adanya cacat?“ kemudian beliau membaca firman Allah yang berbunyi: “…tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah.” (QS. Ar Ruum [30]: 30).(HR. Bukhari)
Seorang pemenang harus dihargai dan dimuliakan, karena ia mempunyai sifat gagah. Sebagaimana ketika Luqman berbicara dengan anak-anaknya. Seorang ayah yang memanggil anaknya dengan panggilan mesra, pasti akan berdampak luar biasa pada anak-anaknya.
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ ﴿١٣﴾
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: ‘Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar." (QS. Luqman[31]:13)
Karena itu, wahai para ayah, engkau telah bersama-sama dengan pemenang, maka raihlah kemenangan selanjutnya bersama-sama dengan anak-anakmu!.
Yusuf Muhammad Efendy, tinggal di San Francisco, Amerika.
Sumber
Ikuti @ilove_ramadhan